Tambang batu bara Ombilin (Ombilin Coal Mining Heritage/ OCMH) sudah diakui UNESCO sebagai Warisan Dunia (World Heritage) pada 6 Juli 2019. Pemerintah kota Sawahlunto bertekad menggunakan momen tersebut untuk secara nyata mengubah fungsinya dari kota pertambangan, yang aktivitasnya sudah dihentikan beberapa tahun lalu, menjadi kota wisata dengan keunikan sejarahnya sebagai tambang batu bara tertua di kawasan Asia Tenggara.
Batu bara di Ombilin, pertama kali ditemukan tahun 1871 oleh Willem Hendrik De Grave. Waktu itu, kandungan batu bara kurang lebih mencapai 205 juta ton dengan kualitas terbaik. Saking bernilainya kawasan ini, Kerajaan Belanda waktu itu berinvestasi sangat besar, kurang lebih 20 juta Gulden atau setara dengan Rp150 miliar. Kemudian membangun pertambangan ini dan resmi beroperasi pada tahun 1891.
Kemudian dibangun jalur pengangkutan batubara dari lokasi tambang hingga ke pelabuhan Teluk Bayur yang selanjutnya akan menuju ke Eropa. Lokomotifnya pun yang terbaru buatan Jerman. Lokomotif itu terkenal bernama ‘Mak Itam’. Nama itu diberikan karena selain bentuknya berwarna hitam, asap pekat yang keluar dari lokomotif itu juga membuat produk keluaran Eropa itu mendapatkan julukan tersebut.
Para pekerja dan petugas tambang membangun permukiman di sekitar lokasi. Untuk memenuhi kebutuhan pangan, Belanda pun membangun pusat pengolahan makanan. Bangunan bersejarah itu kini menjadi Museum Gudang Ransoem.
Sayang, pertambangan yang awalnya menjanjikan kesejahteraan untuk masyarakat pribumi berubah menjadi cerita kelam. Para penambang di pertambangan yang terkenal dengan nama Lubang Mbah Soero itu, ternyata harus menjadi pekerja paksa.
Mbah Soero, konon merupakan nama mandor waktu itu yang terkenal sangat kejam tanpa belas kasih. Para pekerja paksa tertawan dengan rantai dari leher hingga kaki. Tak bisa melarikan diri. Sebagian besar tawanan itu adalah tahanan dan kriminal dari pulau Jawa dan Sumatera.
Lokasi ini menjadi daerah tujuan wisata. Selain me-review kisah kelam, wisatawan akan menikmati keindahan alam yang memesona. Pun begitu, wisatawan akan melihat kehebatan teknik konstruksi lubang tambang hingga rekayasa transportasi kereta api. Lengkap dengan fasilitas termewah kala itu.
Kini, wisata sejarah tambang batubara itu makin lengkap dengan terkoneksinya sejumlah lokasi melalui rel kereta api. Koneksi jalur stasiun kereta api bersejarah itu sekurangnya melewati 7 stasiun. Tentu saja setiap stasiun menawarkan destinasi unggulannya.
Mulai dari Stasiun Sawahlunto, pangkal perjalanan wisata komplit ini. Ada Museum kereta api dan Lubang Mbah Soero serta Museum Gudang Ransoem. Selanjutnya, ada Stasiun Kacang dan Stasiun Batu Tabal dengan panorama Danau Singkarak. Berikut, ada Stasiun Solok dengan Agrowisata Batu Patah Payo dan Pulau Belibis.
Kemudian, Stasiun Padang Panjang yang menampilkan Pusat Dokumentasi & Informasi Kebudayaan Minangkabau (PDIKM) dan Masjid Asasi. Lalu, Stasiun Kayu Tanam dengan sensasi menikmati keindahan Air Terjun Lubuk Bonta dan Air Terjun Lembah Anai. Terakhir, Stasiun Silo Gunuang, dengan pantai Air Manis dan Pantai Padang. Tak lupa, ada jembatan Siti Nurbaya yang romantis.
So, bersiaplah. Nikmati sensasi terbaik, paket komplit wisata sejarah, keindahan alam, budaya dan edukasi.
AYO KE SUMBAR !
(sc Foto @sumatrain)