Mengapa Pariwisata Sumbar Berbeda? (Edisi 17)
Merantau bagi orang minang sudah menjadi tradisi dan budaya semenjak dahulu kala. Banyak yang tak habis pikir, kenapa dengan kondisi daerah seindah dan sesubur itu, masyarakatnya masih suka merantau? Apa alasan dibalik semua itu?
Sampai saat ini, tidak ada penjelasan yang pasti tentang hal tersebut. Namun dari rasionalitas yang ada, alasan pertama adalah prinsip matrilinial yang dianut etnis Minangkabau cenderung membuat kaum pria lebih memilih merantau dengan adagium "karakau madang di hulu, babungo babuah balun, marantau bujang dahulu, di rumah paguno balun". Alasan kedua terkait keterbatasan lahan produktif karena luasnya hutan lindung dan alih fungsi lahan di Sumatera Barat yang mengakibatkan para pria lebih merasa tertantang untuk mengadu nasib di perantauan menjadi pedagang atau profesi lain daripada bersama-sama mengolah lahan pertanian di kampung.
Banyak etnis lain di nusantara dan bahkan di luar negeri yang tahu pasti bahwa nenek moyangnya berasal dari Minangkabau. Sebut saja mulai dari Aneuk Jamee, Meulaboh, Tapaktuan Aceh, Kodangan di pedalaman Kalimantan, sampai ke Wae Rebo di puncak gunung NTT adalah bukti migrasi orang Minang yang menetap dan membentuk komunitas lokal di daerah tersebut. Di luar negeri, penduduk Negeri Sembilan - Malaysia dan Sulu di Philipina Selatan juga mengakui bahwa nenek moyangnya berasal dari Minangkabau, bahkan sampai saat masih dapat ditelusuri kesamaan tradisi dan budayanya dengan Minangkabau.
Tradisi migrasi merantau, tentu saja menjadi ciri khas etnis Minang yang memicu keingintahuan orang tentang Sumatera Barat. Banyak yang sekedar bertanya-tanya tentang alasannya, namun lebih banyak lagi yang sengaja datang untuk memahami fenomena tradisi dan budaya tersebut. Yang jelas, bagi yang penasaran untuk datang ke Sumatera Barat dipastikan akan mendapatkan jawaban, sekaligus setuju bahwa budaya dan pariwisata Sumbar memang berbeda!
#wonderfulindonesia
#tasteofpadang
#edisitujuhbelas
#wisatasumbarberbeda
#marirencanakankesumbar
